SEMIOTIKA
Definisi Semiotika
Secara etimologis,
istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai suatu yang dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain. Pada dasarnya, analisis semiotika memang
merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu
dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca teks atau narasi/wacana
tertentu (Wibowo, 2013 : 5).
Semiotika atau
semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah
semiologi lebih banyak digunakan di eropa sedangkan semiotika lazim dipakai
oleh ilmuan Amerika. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda (Sobur, 2009 : 15).
Charles Morris
memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian semiotika yang menaruh perhatian
atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut dia, kajian semiotika pada dasarnya
dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan (Branches of inquiry ) yakni
sintaktik, semantik dan pragmantik (Wibowo, 2013 : 5).
Pesan melalui
media tulisan atau cetakan dan media visual dapat dikaji berulang-ulang dan
disimpan sebagai dokumentasi (Effendy, 2011 : 37).
A.
Semiotika Rolland Barthes
Semiotika Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan
sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan
bahasa. Bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat
kedua yang disebut dengan meta bahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda
yang memuat tanda kedua terbangun dan menjadi penanda dan penanda tingkat
pertama signifier (penanda) dan signified (petanda).
Sistem berubah menjadi petanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri
dalam suatu sistem tanda baru dalam taraf yang lebih tinggi (Ishak and Sir, 2005).
Sistem pemaknaan kedua ini oleh Barthes disebut dengan
konotatif, sedangkan pemaknaan tataran pertama ia sebut denotatif.
Denotatif mengungkap makna yang terpampang secara nyata dan kasat mata
contohnya bahwa bentuk balon itu bulat, kucing mengeluarkan suara dengan
mengeong dan masih banyak lagi contoh lainnya. Sedangkan konotasi
mengungkap makna yang tersembunyi dibalik tanda-tanda atau simbol yang
tersirat dari sebuah hal. Jadi hanya tersirat, bukan secara kasat mata dalam
bentuk nyata. Misalnya lambaian tangan, ekspresi wajah, penggunaan warna
sebagai identitas dan lain sebagainya. (Ismujihastuti, 2015).
Barthes yang menyebut semiotika dengan sebutan semiologi,
mengemukakan bahwa semiologi pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Dalam hal ini memaknai (to signify) tidak dapat
dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Sebab
memaknai bukan hanya berarti bahwa objek-objek yang diteliti tidak hanya
membawa informasi, tetapi juga mengonstitusi sistem terstruktur dari
tanda (Sobur, 2009 : 15).
Menurut Barthes bahasa merupakan sistem tanda
yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam
waktu tertentu. Dalam studinya tentang tanda, Barthes menambahkan peran
pembaca (the reader). Penambahan area ini dikarenakan, meskipun konotasi
merupakan sifat asli dari tanda, agar tanda tersebut dapat aktif dan
berfungsi maka dibutuhkan peran pembaca (Sobur, 2009 : 63)
1.
Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotasi)
Menurut Barthes sistem tanda pertama kadang disebut
sebagai denotasi atau sistem termilogi, sedangkan sistem tanda kedua disebut
sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Biasanya beberapa tanda
denotasi dapat dikelompokkan bersama untuk membentuk suatu konotasi
tunggal (Ishak
and Sir, 2005).
Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified didalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal, dan dalam semiotika Barthes, ia
menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Maka dalam
konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun
juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Dalam hal ini, denotasi diasosiasikan dengan ketertutupan makna (Sobur, 2009 : 70).
Menurut Lyons, denotasi adalah hubungan yang digunakan
dalam tingkat pertama pada kata yang secara bebas memegang peranan penting
didalam ujaran. Denotasi dimaknai secara nyata. Nyata diartikan sebagai makna
harfiah, makna yang sesungguhnya atau terkadang dirancukan dengan referensi
atau acuan. Proses signifikasi denotasi biasanya mengacu pada penggunaan bahasa
dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap (Sobur, 2009 : 263).
2.
Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotasi)
Konotasi berciri sekaligus umum, global, dan tersebar.
Petanda ini dapat pula disebut fragmen ideologi. Petanda ini memiliki
komunikasi yang sangat dekat dengan budaya, pengetahuan, dan sejarah. Dan dapat
dikatakan bahwa “ideologi” adalah bentuk petanda konotasi dan “retorika” adalah
bentuk konotasi (Ishak and Sir, 2005).
Istilah konotasi digunakan Barthes untuk menunjukkan
signifikasi tahap kedua. Kata “konotasi” sendiri berasal dari bahasa Latin, “connotare” yang
memiliki arti “menjadi tanda” serta mengarah pada makna-makna kultural yang
terpisah dengan kata atau bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Makna konotatif
adalah gabungan antara makna denotatif dengan segala gambar, ingatan dan
perasaan yang muncul ketika indera kita bersinggungan dengan petanda. Sehingga
akan terjadi interaksi saat petanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya (Ismujihastuti, 2015).
Jika ditelaah melalui kerangka Barthes, konotasi identik
dengan operasi ideologi yang disebut sebagai mitos serta berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode tertentu. Konotasi mengacu pada makna yang menempel pada
suatu kata karena sejarah pemakainya, oleh karena itu dapat dimaknai secara
berbeda oleh setiap individu (Ismujihastuti, 2015).
Dalam Sobur
(2009:263) Arthur Asa Berger menyatakan bahwa konotasi melibatkan simbolsimbol,
historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Makna konotatif
bersifat subjektif dalam pengertian bahwa terdapat pergeseran dari makna umum
(denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna
denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif hanya bisa
dicerna oleh mereka yang jumlahnya lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Effendy, Onong Uchjana. 2011.
Komunikasi : Teori Dan Praktek. 23rd ed. ed. Tjun Surjaman. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika
Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika
Komunikasi ( Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi ).
Kedua. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Jurnal
Ishak, Muhammad Taufik,
and Mohammad Mochsen Sir. 2005. “Pembacaan Kode Semiotika Roland Barthes
Terhadap Bangunan Arsitektur Katedral Evry Di Prancis Karya Mario Botta.” 2(1):
85–92.
Ismujihastuti, R. A
Granita Dwisthi. 2015. Representasi Wanita Dalam Sampul Album Raisa(Analisis
Semiotik Roland Barthes Terhadap Sampul Album Raisa Andriana “Raisa” Dan “Heart
To Heart”). Universitas Telkom, S1 Ilmu Komunikasi.